GOLODOG GOLOPRAK

TANTANGAN PROFESIONALISME GURU

Semua guru pasti merasa senang saat diberi apresiasi sebagai GURU PROFESIONAL. Berbagai usaha dilakukan agar pekerjaan ini diakui sebagai sebuah profesi yang profesional. Usaha tersebut seperti melanjutkan pendidikan S1-S2, mengikuti sertifikasi, sering mengikuti pelatihan lokal/nasional/internasional, menulis buku/jurnal, memberi pelatihan dan lain sebagainya. Tapi apakah profesionalisme hanya diukur melalui itu semua? Harus diakui bahwa semua hal yang telah disebutkan di atas masih belum terlihat bukti di lapangan. Kadang sebagai pendidik saya sering tergelitik melihat status profesionalisme identik dengan naiknya gaji/tunjangan fungsional atau posisi struktural seorang guru di tempat mengajar/administrasi pemerintah. Tidak mengherankan progres kualitas pendidikan Indonesia sangat lambat.

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan profesionalisme? Profesi berasal dari bahasa Inggris Profession yang berarti pernyataan atau panggilan bahwa seseorang akan mengabdikan diri terhadap suatu pekerjaan secara sungguh-sungguh sebagai karir sepanjang hayat. Oleh karenanya untuk mencapai profesional maka pekerjaan tersebut memiliki kompetensi dan kualifikasi berupa:

  • kompetensi yang mengacu pada kadar kemampuan seorang guru dalam melakukan pekerjaan yang menjadi tugas utamanya yaitu mengajar (UU no. 20/2003: kompetensi akademik, pedagogik, sosial dan kepribadian)
  • kualifikasi mengacu pada jenjang pendidikan, jabatan fungsional, dan pangkat golongan yang dimiliki guru berkaitan dengan tuntutan pelaksanaan tugas/karir,

Dalam menjalankan profesi guru maka sudah semestinya semua guru memiliki spirit profesional berupa:

  • otonomi dalam menentukan  tindakan terbaik yang didasari oleh teori dan konsep yang secara terus menerus divalidasi secara empirik,
  • self renewal capacity yaitu kapasitas untuk selalu menyempurnakan/memperbaiki pekerjaannya melalui belajar/refleksi agar dapat memberikan pelayanan terbaik kepada peserta didik.

Mengacu kepada spirit profesional berupa memberikan pelayanan terhadap peserta didik, ternyata banyak terjadi penyimpangan yang kita temukan di dalam kelas berupa:

1. Kekerasan kognitif:

  • Memberikan materi tanpa melihat kapasitas anak. Guru menganggap bahwa kemampuan kognitif semua siswa sama sehingga materi, penilaian dan metode pengajaran diberikan dengan sama rata. Pendidik tidak memerhatikan keunikan, gaya belajar dan kemampuan daya serap materi dari setiap siswa. Akibatnya siswa banyak yang frustasi dan tidak bisa mencapai KKM yang ditetapkan. Belum lagi stigma buruk akan segera menempel pada mereka saat guru merasa kesulitan mendidik dan mengajarkan materi kepada siswa yang bersangkutan.
  • Mengancam anak didik dengan memberikan nilai buruk/mengurangi nilai apabila berperilaku tidak sesuai dengan harapan guru. Sebenarnya penilaian akademik tidak dapat dicampuri dengan perilaku karena memiliki kriteria dan kompetensi berbeda.

2. Kekerasan afeksi

  • Siswa mengadopsi perilaku yang salah dari guru. Namun hukuman berlaku untuk siswa bukan untuk gurunya. Seperti kasus siswa tidak boleh merokok di sekolah tetapi banyak para guru merokok di ruangan guru/sekolah.

3. Kekerasan psikomotorik

  • Memberikan contoh cara yang salah dalam melakukan gerakan, sehingga kesalahan konsep tersebut dilakukan oleh anak.

Sungguh miris membacanya tapi itulah kenyataan yang terjadi di dunia pendidikan Indonesia. Sumber penyimpangan profesi ini adalah akibat dari:

  • kurangnya pemahaman/pengetahuan yang tepat tentang apa yang dilakukan (WHAT, WHY DAN HOW)
  • kurangnya fasilitas dan sumber daya
  • dukungan kuat dari kepemimpinan pendidikan setermpat
  • kurangnya pengakuan terhadap seseorang yang melakukan hal benar/baik
  • kontrol dari organisasi profesi dan masyarakat yang masih kurang,
  • apresiasi pemerintah terhadap profesi ini yang belum optimal.

Dampaknya pada siswa adalah mereka tidak termotivasi untuk mengikuti proses belajar mengajar di sekolah.  Dari uraian di atas kita menjadi tertantang untuk menghilangkan hambatan keprofesionalan guru. Mari kita merubah citra guru dengan standar seadanya menjadi standar luar biasa melalui cara:

  1. Peduli untuk melakukan kajian nilai-nilai kemanusiaan, nilai falsafah bangsa dan budaya lokal,
  2. Berinovasi dalam melakukan kajian kurikulum dan materi yang diberikan kepada siswa,
  3. Aktif mengimplementasikan hasil pelatihan dan pendidikan secara konsisten terhadap diri sendiri dan profesi,
  4. Berani mengembangkan metode pembelajaran yang kreatif dan mengaplikasikannya bersama rekan seprofesi dan siswa,
  5. Gemar melakukan refleksi dan evaluasi kompetensi diri sebagai seorang pendidik.

Hal ini menjadi bagian dari tanggung jawab terhadap profesi ini.  Tanggung jawab profesi ini yaitu:

  • menjamin pelayanan prima terhadap siswa
  • melindungi siswa dari tindakan yang merugikan
  • membangun komunikasi yang sehat di antara pendidik dan  peserta didik
  • memelihara kepercayaan publik
  • akuntanbilitas mengajar (sertifikasi)

Ayo, GURU! Jadikan profesi ini sebagai profesi yang MULIA dan BERMANFAAT karena kita akan mempertanggung jawabkanya  dihadapan Yang Maha Kuasa.

Note:

Artikel lain kunjungi http://mutiaraendah.wordpress.com

11 Desember 2009 - Posted by | Keterampilan Mengajar, Pendidikan | , ,

Belum ada komentar.

Tinggalkan komentar